BERITAJABAR.ID – Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) TNI dan RUU Polri semakin menguat, dan hal ini memicu timbulnya ketegangan di kalangan masyarakat. Revisi kedua undang-undang tersebut dianggap membawa klausul yang menimbulkan potensi ketidakstabilan dalam sistem keamanan negara.
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menegaskan bahwa revisi UU TNI yang telah disetujui DPR menegaskan berakhirnya peran dwifungsi TNI.
“Tidak ada dwifungsi lagi di Indonesia. Jangankan jasad, arwahnya pun sudah nggak ada,” tegasnya.
Menhan menambahkan bahwa beberapa tokoh yang menjabat di posisi sipil saat ini adalah purnawirawan TNI, bukan prajurit aktif.
Ia ingin menyuarakan masyarakat mengenai keterlibatan prajurit aktif di lembaga-lembaga sipil, seperti yang terjadi di Badan Gizi Nasional (BGN).
Nggak ada, pensiun semua itu sudah lama itu, katanya.
Meski terdapat penolakan, Sjafrie mengapresiasi kritik yang muncul terkait revisi UU TNI tersebut.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan bahkan menolak revisi ini. Namun, mari kita jaga persatuan dan kesatuan bangsa,” ungkapnya.
Menhan pentingnya menjaga kepentingan bangsa Indonesia, mengingat tantangan yang semakin kompleks di tingkat global.
“Kita adalah keluarga bangsa Indonesia yang harus menjaga persatuan dan kesatuan dalam menghadapi ancaman, baik secara konvensional maupun tidak konvensional,” lanjutnya.
Sementara itu, Markas Besar TNI menanggapi kekhawatiran yang muncul dari masyarakat mengenai penempatan prajurit aktif TNI di kementerian dan lembaga sipil.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi, memastikan bahwa prajurit TNI tidak akan mengambil alih posisi yang seharusnya dipegang oleh pegawai sipil.
“Ini adalah bentuk kerja yang sama antara TNI dan instansi sipil. Kami tidak akan mengambil alih posisi yang seharusnya dikerjakan oleh pegawai sipil,” kata Kristomei.
Di sisi lain, pembahasan revisi RUU Polri juga mendapat perhatian serius. Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, memastikan bahwa pembahasan revisi RUU Polri akan dilakukan dengan keterbukaan.
Ia menegaskan, Komisi III DPR belum memulai pembahasan RUU Polri dan lebih fokus pada revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun, kami akan melakukannya secara terbuka. Percayalah, kalau RUU Polri itu juga masuk di kami, kami akan melakukan hal yang sama seperti pembahasan KUHAP, tambah Hinca, menegaskan komitmennya untuk transparansi dalam setiap pembahasan yang melibatkan publik.