BERITAJABAR.ID, Jakarta – Pemerintah menegaskan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku serta melibatkan partisipasi publik secara luas.
Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas saat memberikan keterangan Pemerintah di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) RI, Jakarta, Senin (24/6), terkait lima perkara pengujian formal terhadap UU TNI yang kini tengah diperiksa.
“Pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang P3 (UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) dan Peraturan Presiden [Nomor 87 Tahun 2014 tentang] Pelaksana Undang-Undang P3,” ujar Supratman.
Ia menjelaskan, proses penyusunan undang-undang ini dimulai dengan penyerapan aspirasi masyarakat oleh Markas Besar TNI melalui forum diskusi kelompok terpumpun (FGD) pada tahun 2023. Hasil FGD tersebut dijadikan acuan dalam penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) pada 2024, yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Selain itu, pemerintah juga menggelar uji publik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian, akademisi, dan masyarakat sipil. “Berdasarkan informasi tersebut telah jelas bahwa ruang partisipasi publik dalam rangka pembentukan UU Nomor 3 Tahun 2025 telah dibuka seluas-luasnya,” tegas Supratman.
Ia menambahkan, proses pembahasan di DPR pun dilakukan secara bertahap hingga mendapat persetujuan dalam rapat paripurna. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa pembentukan UU TNI dilakukan dengan asas keterbukaan dan partisipasi yang bermakna.
Di sisi lain, Supratman menilai para pemohon pengujian formal tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), karena tidak mengalami kerugian konstitusional langsung. Pemerintah pun meminta MK menolak seluruh permohonan atau menyatakan tidak dapat diterima.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR Utut Adianto menyebut revisi UU TNI merupakan tindak lanjut dari pertimbangan Putusan MK Nomor 62/PUU-XIX/2021 dan diperlukan untuk memberikan kepastian hukum. “Sehingga demi memberikan kepastian hukum kiranya pembentuk undang-undang harus melaksanakan perubahan UU 34/2004 dimaksud dengan memprioritaskan pembahasannya dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ujar Utut.
Ia juga menilai revisi ini penting untuk menjawab tantangan masa kini. “Banyaknya aspirasi yang muncul mengindikasikan adanya kebutuhan perbaikan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 guna menjawab tantangan masa kini dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan,” tutupnya.