Pemerintah Pastikan UU TNI Tak Aktifkan Dwifungsi ABRI

Berita68 Views

BERITAJABAR.ID, JAKARTA –Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak akan menghidupkan kembali konsep Dwifungsi ABRI.

Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa memastikan bahwa DPR dan pemerintah berkomitmen menjaga supremasi sipil serta memastikan TNI tetap profesional dalam menjalankan alat pertahanan negara. Ia menepis anggapan bahwa revisi UU TNI akan membawa kembali peran ganda militer dalam politik dan institusi sipil.

“Kami tetap menjaga semangat reformasi. Supremasi sipil adalah komitmen utama kami. Tidak ada keinginan DPR untuk mengembalikan Dwifungsi ABRI. Kami ingin TNI tetap profesional dan fokus pada tugas pertahanan negara,” ujar Saan.

Terkait berbagai kritik yang muncul, Saan menyatakan bahwa DPR menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan ketidakpuasan melalui mekanisme hukum.

“Bagi pihak yang menolak atau tidak puas dengan revisi ini, tersedia jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK),” tambahnya.

Meskipun DPR dan pemerintah telah memastikan tidak ada upaya menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI, gelombang penolakan terhadap revisi UU TNI terus bermunculan di berbagai daerah. Massa khawatir UU ini mencakup supremasi sipil dan memberi ruang bagi militer di ranah politik.

Menyanggapi hal ini, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, MQ Iswara, menyebut gelombang protes muncul akibat informasi yang tidak utuh yang diterima masyarakat.

“Undang-undang ini bertujuan bukan mengembalikan masa lalu, apalagi membahas Dwifungsi ABRI. Justru revisi ini memperjelas dan membatasi keberadaan TNI di ranah sipil,” ujar Iswara.

Lebih lanjut Iswara menjelaskan bahwa perubahan dalam revisi UU TNI hanya menambah jumlah instansi yang dapat ditempati oleh prajurit TNI dari 10 menjadi 14.

“Di luar itu, prajurit yang ingin menduduki jabatan sipil harus mundur dari dinas militer,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI, Rachmat Hidayat, menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak akan menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI. Sebagai korban langsung dari kebijakan militerisme di masa Orde Baru, Rachmat menyatakan dirinya akan melawan jika revisi tersebut membuka peluang kembalinya peran ganda militer dalam pemerintahan sipil.

“Saya tahu betul bagaimana rasanya hidup di bawah Dwifungsi ABRI. Jika revisi UU TNI membuka jalan bagi militerisme di ranah sipil, saya yang pertama akan berdiri menentangnya,” ungkap Rachmat.

Sebagai anggota Panitia Kerja (Panja) revisi UU TNI, Rachmat menegaskan bahwa seluruh fraksi di DPR memiliki komitmen yang sama untuk menutup celah kembalinya Dwifungsi ABRI. Ia juga memastikan bahwa semangat reformasi tetap menjadi landasan utama dalam revisi tersebut.

“Revisi UU TNI memastikan era militeristik Orde Baru tidak akan kembali. Supremasi sipil tetap menjadi prinsip utama dalam demokrasi kita,” tutupnya.

Dengan adanya penegasan dari berbagai pihak, pemerintah dan DPR berharap revisi UU TNI dapat dilaksanakan dengan lebih objektif serta tetap berada dalam koridor reformasi dan supremasi sipil.

(*/rls)