Gempur Proteksionisme AS, Prabowo Siapkan Strategi Total Lawan Tarif

BERITAJABAR.ID, Jakarta – Pemerintah Indonesia menunjukkan kesiapannya dalam menanggapi kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan yang mulai berlaku secara bertahap pada tanggal 5 dan 9 April 2025 itu dinilai dapat berdampak pada berbagai sektor ekspor nasional, terutama industri padat karya seperti pakaian jadi dan alas kaki.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno menyatakan keyakinannya terhadap kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi tekanan proteksionisme global.

“Kebijakan Presiden Prabowo yang mencakup perluasan jaringan mitra dagang, peningkatan daya saing produk lokal, serta diversifikasi pasar ekspor merupakan strategi yang tepat,” ujar Eddy.

Ia juga menekankan pentingnya percepatan hilirisasi sebagai strategi menghadapi tekanan eksternal.

“Hal ini agar Indonesia tidak hanya menghasilkan produk turunan pertama atau antara, namun mampu menghasilkan produk jadi, seperti baterai, solar cell, kawat tembaga, furnitur rumah tangga dari aluminium, dan lain-lain,” tegas Eddy.

Di sisi lain, Pemerintah menyiapkan langkah diplomasi aktif sebagai respons atas tarif dari AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa Indonesia tetap memilih jalur diplomasi dan negosiasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.

“Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Terbatas.

Pemerintah juga memperhatikan sektor-sektor industri yang rentan terhadap fluktuasi pasar global, dan menjanjikan dukungan melalui insentif untuk menjaga daya saing.

“Seluruh industri (sektor tersebut) diundang untuk mendapatkan masukan terkait ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya,” lanjut Airlangga.

Tak hanya itu, pemerintah juga membuka peluang besar di pasar Eropa yang disebut Airlangga sebagai “pasar terbesar kedua setelah China dan Amerika Serikat”. Hal ini dilakukan agar Indonesia tidak bergantung pada pasar tunggal dan memiliki alternatif ekspor yang lebih kuat.

Menjelang diskusi 9 April 2025, Presiden Prabowo telah meminta seluruh jajaran terkait agar bereaksi cepat dan terukur melalui skema deregulasi serta koordinasi lintas sektor.

“Bapak Presiden minta kami menyampaikan surat sebelum tanggal 9 April. Namun teknisnya, tim terus bekerja,” kata Airlangga.

Dengan strategi yang inklusif dan koordinatif, Indonesia optimis mampu bertahan bahkan tumbuh di tengah guncangan perang dagang global.

[]