BERITAJABAR.ID, JAKARTA — Pemerintah secara resmi telah mengganti penyaluran insentif diskon tarif listrik 50% dengan peningkatan nominal Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp300.000 per bulan untuk periode Juni–Juli 2025.
Langkah ini diambil sebagai bentuk bantuan semata, namun bukan penghapusan, hal tersebut bertujuan untuk memastikan tercapainya dampak ekonomi yang lebih cepat dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pengalihan anggaran dari diskon listrik ke BSU bertujuan menjaga daya beli masyarakat secara optimal.
“Kami ingin dampak pengungkitnya lebih kuat. Karena diskon listrik batal, maka BSU terakumulasi agar daya beli tetap terjaga,” ujar Sri Mulyani usai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan.
Program BSU akan menyasar sekitar 17 juta pekerja yang ditempatkan di bawah Rp3,5 juta serta 3,4 juta guru honorer.
Total bantuan selama dua bulan mencapai Rp600.000 per penerima, dengan alokasi anggaran sebesar Rp10,72 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pembatalan diskon listrik dilakukan karena proses penganggaran tidak memungkinkan eksekusi tepat waktu.
“Setelah rapat lintas menteri, diputuskan bahwa proses penganggaran diskon listrik terlalu lambat untuk bisa segera direalisasikan,” tambahnya.
Senada, Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) juga mendukung kebijakan tersebut. Kepala PCO Hasan Nasbi menyampaikan bahwa pemilihan BSU sebagai bentuk bantuan disesuaikan dengan kesiapan teknis dan urgensi waktu distribusi.
“Jadi, pemerintah lebih berhitung bahwa secara teknis yang paling mungkin dalam dua bulan ke depan termasuk soal data dan persiapan teknisnya, lima paket stimulus ini,” jelas Hasan.
“Jadi 5 stimulus ini dirancang oleh pemerintah untuk memberikan hasil yang lebih baik. Untuk mendongkrak perekonomian kita,” kata PCO tersebut.
“Dan total stimulus yang diberikan oleh pemerintah kan gak main-main jumlahnya, totalnya sejumlah Rp24,4 triliun,” tambahnya.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa proses pencairan BSU diupayakan dimulai paling cepat pada Kamis, 5 Juni 2025.
“Kami berupaya karena ini lintas kementerian,” ungkap Yassierli di Jakarta.
“BSU adalah salah satu bentuk intervensi pemerintah untuk memastikan masyarakat rendah tetap memiliki daya beli yang cukup,” tegasnya.
Dengan penerima data yang kini lebih akurat melalui BPJS Ketenagakerjaan dan DTSEN, penyaluran bantuan dipastikan lebih cepat, tepat, dan tepat guna.
Pemerintah berharap langkah ini menjadi bantalan sosial yang efektif di tengah tantangan ekonomi global. (*)