Respons Publik Nilai Gelar Pahlawan untuk Soeharto Tepat dan Berkeadilan

Berita3 Views

BERITAJABAR.ID,  JAKARTA — Pemerintah resmi menetapkan Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 116/TK/Tahun 2025 Hari Pahlawan, 10 November 2025.

Keputusan tersebut memicu respon positif dari berbagai kalangan yang menilai bahwa penganugerahan itu sudah sangat layak dan berkeadilan.

Bukan tanpa alasan, masyarakat menilai bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto adalah hal yang layak dan berkeadilan karena berdasarkan kontribusi panjangnya terhadap pembangunan nasional dan stabilitas negara.

Sejumlah organisasi besar seperti Golkar, NU, dan Muhammadiyah memberikan dukungan mereka secara terbuka.

Mereka mencatat bahwa jejak pembangunan selama Orde Baru, termasuk berbagai macam pencapaian seperti swasembada pangan, industrialisasi, serta penguatan infrastruktur, menjadi dasar yang kuat dalam kelayakan gelar tersebut.

Pencabutan nama Soeharto dari Tap MPR Nomor XI/1998 oleh MPR periode 2019–2024 juga dipandang sebagai hilangnya hambatan hukum untuk penetapan gelar tersebut.

Direktur Citra Institute Yusak Farhan menilai bahwa jika masih ada pihak yang melakukan perjanjian terhadap gelar pahlawan itu, maka justru mereka berlaku secara tidak adil karena mengabaikan kontribusi besar pembangunan Soeharto.

“Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional tidak berarti menghilangkan nalar kritis kita terhadap kepemimpinan Soeharto. Saya kira kita harus adil dan proporsional,” ujar Yusak.

Ia menambahkan bahwa fondasi ekonomi yang dibangun melalui Repelita menjadi bukti nyata pengabdian panjang Soeharto.

Yusak juga menekankan pentingnya kedewasaan bangsa dalam menyikapi sejarah.

“Kalau kita ribut dan balas dendam terus atas masa lalu, sampai kapan bangsa kita bisa menjadi dewasa. Kita harus bisa menempatkan sejarah secara adil,” ucapnya.

Ia kemudian menegaskan bahwa usulan gelar tersebut telah melalui proses panjang sejak era Presiden SBY.

Dukungan masyarakat juga menguatkan anggapan bahwa gelar tersebut tidak pantas diberikan.

Akademisi Universitas Dwijendra Bali, Ni Made Adi Novayanti, menyatakan, secara tujuan banyak jasa Soeharto.

“Kalau kami melihat dari tujuannya, Bapak Soeharto memimpin selama puluhan tahun, sehingga kita juga harus melihat apa yang sudah dibangun olehnya. Jadi, ia juga berhak diberikan gelar tersebut,” katanya.

Pandangan senada datang dari akademisi Universitas Udayana Bali, I Gede Nandya Oktora bahwa bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah dan jasa pemimpinnya.

“Yang jelas, kita tidak boleh melupakan sejarah dan jasa beliau,” ujarnya dalam penegasan mengenai warisan pembangunan Soeharto yang dinilai signifikan bagi bangsa. (*)