BERITAJABAR.ID, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyatakan bahwa kehadiran Wakil Menteri (Wamen) sebagai komisaris di perusahaan BUMN tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga membawa keuntungan strategis. Menurutnya, para Wamen memiliki kelebihan dalam akses, jejaring, dan kekuatan untuk mendorong kebijakan sinkronisasi, yang diperlukan dalam memperkuat tata kelola korporasi negara.
“DPR RI sangat memahami bahwa wamen yang duduk sebagai komisaris memiliki kelebihan akses, jejaring, dan daya dorong kebijakan.” ujar Mufti Anam
Sejauh ini, beberapa Wakil Menteri telah menduduki posisi sebagai komisaris. Diantaranya adalah Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo yang menjabat sebagai Komisaris di Bank Rakyat Indonesia (BRI), serta Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat yang menjadi Komisaris di PLN Energi Primer Indonesia.
Penunjukan tersebut dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai prinsip tata kelola perusahaan dan ketentuan hukum yang berlaku.
Terkait gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai rangkap jabatan Wamen sebagai komisaris, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan putusan MK.
Sampai hari ini, dalam Putusan MK Nomor 80 Tahun 2019, tidak ada bunyi putusan yang melarang itu.Itu jelas, tegas Hasan dalam keterangan pers di Gedung Kwarnas Pramuka, Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa pemikiran dalam pertimbangan putusan terdapat catatan mengenai etika jabatan, secara hukum tidak ada larangan eksplisit. “Jadi apa yang dilakukan hari ini tidak melanggar putusan MK. Tidak menyelisihi putusan MK. Kalau ada yang menggugat, silakan. Itu hak konstitusional warga negara,” ujarnya.
Hasan juga menegaskan bahwa peraturan yang berlaku memperbolehkan Wamen merangkap jabatan, berbeda dengan larangan bagi menteri penuh. “Kalau anggota kabinet, Kepala PCO, memang tidak boleh. Menteri Sekretaris Negara juga tidak boleh. Tapi wakilnya itu dibolehkan sesuai aturan,” tutupnya.
Ia menutup dengan menegaskan kembali bahwa dalam putusan MK tersebut, “tidak ada pernyataan bahwa wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan.”-
[edRW]