Penghapusan Outsourcing Jadi Langkah Strategis Pemerintah Wujudkan Keadilan Pekerja

Berita81 Views

BERITAJABAR.ID, Rencana pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing di Indonesia menuai dukungan luas dari kalangan ekonom, serikat pekerja, dan pengamat ketenagakerjaan. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah maju yang berani dan berpihak pada kepentingan pekerja, terutama dalam memperbaiki ketimpangan hubungan kerja yang selama ini didominasi oleh kepentingan pengusaha. Di tengah tantangan global dan dinamika perekonomian nasional, pemerintah menunjukkan bahwa keberpihakan terhadap buruh tetap menjadi prioritas utama yang tidak bisa dinegosiasikan.

Pada peringatan Hari Buruh Internasional yang diselenggarakan di Monumen Nasional, Jakarta, 1 Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyatakan bahwa pemerintah akan membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional, yang memberikan masukan strategi kepada presiden untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan, termasuk merekomendasikan peraturan yang lebih adil dan berpihak pada buruh. Presiden menekankan bahwa penghapusan sistem outsourcing menjadi bagian dari upaya menciptakan keadilan dan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Namun, ia juga mengingatkan bahwa perubahan ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa agar tidak menimbulkan guncangan secara bertahap pada iklim investasi dan dunia usaha.

Langkah presiden ini dipandang sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap pekerja yang selama ini berada pada posisi yang lemah dalam sistem ketenagakerjaan. Praktik outsourcing yang marak terjadi di berbagai sektor telah menimbulkan keresahan sosial, mulai dari rendahnya status kerja, minimnya perlindungan sosial, hingga rendahnya kesejahteraan. Pekerja outsourcing sering kali tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti jaminan kesehatan, tunjangan hari tua, atau upah layak, karena sistem ini memungkinkan perusahaan mengalihkan tanggung jawab kepada pihak ketiga yang belum tentu menjamin hak-hak buruh.

Dukungan terhadap rencana penghapusan outsourcing juga datang dari kalangan ekonom. Direktur Ekonomi di Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda,menyatakan bahwa penghapusan outsourcing adalah langkah yang seharusnya telah dilakukan sejak lama. Sistem ini telah lama dimanfaatkan perusahaan untuk menekan biaya tenaga kerja, terutama dengan mempekerjakan pekerja harian lepas yang tidak memperoleh perlindungan sosial. Huda meyakini bahwa penghapusan outsourcing akan memperbaiki struktur ketenagakerjaan nasional sekaligus meningkatkan daya beli karena masyarakat pekerja akan mendapatkan haknya secara utuh dan layak.

Senada dengan Huda, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga menyambut baik arahan Presiden Prabowo. Pihaknya sedang menyiapkan kajian mendalam mengenai pelaksanaan penghapusan outsourcing secara bertahap. Kajian tersebut tidak hanya akan menimbang aspek perlindungan pekerja, tetapi juga memperhitungkan dampak terhadap keberlangsungan industri dan stabilitas pasar kerja. Menurut Yassierli, pemerintah tidak ingin membuat kebijakan yang justru merugikan buruh dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil akan bersifat menyeluruh dan berbasis data serta masukan dari berbagai pihak, termasuk serikat pekerja dan dunia usaha.

Dalam menyambut rencana ini, kalangan buruh pun menunjukkan semangat kolaboratif. Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia, Jumisih, mengungkapkan bahwa pihaknya siap untuk berdialog secara terbuka dengan pemerintah. Ia menekankan pentingnya keterlibatan buruh dalam setiap proses penyusunan kebijakan, karena mereka adalah pihak yang langsung terdampak oleh sistem outsourcing yang selama ini tidak memberi kepastian kerja. Menurut Jumisih, selama ini outsourcing sering digunakan perusahaan untuk menghindari kewajiban normatif, meski tidak semua pelaku usaha melakukannya. Oleh sebab itu, ia berharap agar pemerintah tidak hanya menghapus sistem ini secara simbolik, tetapi juga menggantikannya dengan sistem baru yang lebih adil dan menjamin perlindungan menyeluruh bagi seluruh tenaga kerja.

Di lapangan, semangat perubahan ini juga mulai terlihat. Beberapa perusahaan BUMN telah lebih dulu mengurangi praktik outsourcing dan beralih ke sistem rekrutmen langsung dengan kontrak jangka panjang. Praktik ini dinilai lebih menjamin produktivitas sekaligus menciptakan loyalitas tenaga kerja. Para analis ketenagakerjaan mencatat bahwa perusahaan yang menerapkan sistem kerja langsung justru mengalami peningkatan dalam kinerja dan efisiensi karena tidak terbebani oleh konflik ketenagakerjaan dan dapat membangun budaya kerja yang sehat.

Sementara itu, kalangan investor asing pun mulai melihat pendekatan ini sebagai peluang jangka panjang. Meski sempat muncul kekhawatiran bahwa penghapusan outsourcing akan meningkatkan biaya produksi, namun pemerintah menjamin transisi yang stabil dan komunikasi terbuka dengan pelaku usaha. Dalam banyak kasus, praktik outsourcing justru menjadi sumber konflik industrial yang berujung pada aksi mogok kerja, penurunan produktivitas, hingga kerusakan reputasi perusahaan. Oleh karena itu, investor yang memiliki visi jangka panjang justru menyambut baik kebijakan ini, terutama bila pemerintah juga menjamin fleksibilitas dan insentif yang mendukung transformasi ketenagakerjaan.

Pemerintah juga tengah merancang revisi terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan turunan lainnya agar selaras dengan semangat penghapusan outsourcing ini. Di DPR, beberapa fraksi telah menyatakan kesiapan mereka untuk mempercepat pembahasan revisi UU tersebut demi menyesuaikan regulasi dengan kebutuhan zaman. Proses legislasi ini diharapkan tidak hanya menjadi simbol komitmen terhadap buruh, namun juga memperkuat landasan hukum bagi perlindungan pekerja di masa depan.

Dengan demikian, rencana penghapusan outsourcing bukan sekadar respons terhadap tuntutan buruh, melainkan merupakan bagian dari visi besar pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membangun sistem ketenagakerjaan yang berkeadilan, amanah, dan berkelanjutan. Dukungan dari berbagai kalangan membuktikan bahwa arah kebijakan ini sejalan dengan semangat zaman, di mana keadilan sosial dan perlindungan hak asasi menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi. Jika langkah ini berhasil dijalankan dengan baik, Indonesia tidak hanya akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi juga menjadi bangsa yang menjunjung tinggi martabat pekerjanya.

Oleh : Ricky Rinaldi )* Pemerhati Isu Strategis