BERITAJABAR.ID, JAKARTA – Pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini menunjukkan respons cepat pemerintah atas hasil investigasi lintas kementerian yang menemukan potensi kerusakan lingkungan di kawasan konservasi, sekaligus akomodasi aspirasi publik yang peduli terhadap ekosistem Raja Ampat.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dalam konferensi pers di Kantor Presiden, menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bentuk kepedulian negara terhadap suara masyarakat dan keinginan lingkungan.
“Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut Izin Usaha Pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Prasetyo.
Lebih lanjut, Prasetyo mengapresiasi peran masyarakat sipil, termasuk aktivis lingkungan dan warganet, yang aktif memberikan masukan terkait dampak negatif aktivitas tambang terhadap ekosistem Raja Ampat. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan kebijakan publik sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi yang sehat.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat, terutama yang aktif menyuarakan isu ini di media sosial. Aspirasi tersebut menjadi dasar kuat bagi Presiden untuk menugaskan penyelidikan yang mendalam,” jelas Prasetyo.
Penyelidikan dilakukan melalui lintas koordinasi kementerian, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan. Hasilnya, empat perusahaan (PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham) mengetahui ketentuan lingkungan dan operasi di dalam kawasan Geopark Raja Ampat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa izin penambangan tersebut dikeluarkan oleh pemerintah daerah pada era 2004 dan 2006, jauh sebelum Geopark Raja Ampat ditetapkan sebagai kawasan konservasi berstatus tinggi.
“Empat IUP tersebut kami cabut karena terbukti melakukan pelanggaran lingkungan dan berada di kawasan strategis wisata nasional. Meskipun izinnya dikeluarkan sebelum penetapan Geopark, pemerintah kini bertindak tegas demi kepentingan jangka panjang,” jelas Bahlil.
Dari lima tambang yang beroperasi di wilayah tersebut, hanya PT Gag Nikel yang izinnya tidak dicabut karena berstatus Kontrak Karya (KK) dan dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Bahlil juga menyampaikan bahwa keputusan ini juga mempertimbangkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Provinsi Papua Barat Daya.
Langkah tegas pemerintah ini mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) yang juga Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Batubara, dan Mineral Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira, menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk kepemimpinan yang bertanggung jawab.
“Turunnya langsung Pak Menteri ke lapangan menunjukkan negara hadir dan mendengarkan suara rakyat. Ini bukan anti investasi, tapi seleksi alam untuk investor yang serius, patuh hukum, dan berkomitmen terhadap keinginan,” ucap Anggawira.
Ia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat dan penerapan prinsip _Free, Prior, and Informed Consent (FPIC)_ dalam setiap kegiatan penambangan di wilayah sensitif. Ia melihat keputusan pencabutan IUP ini sebagai langkah strategis dalam memperkuat iklim investasi yang sehat, adil, dan berkelanjutan di sektor pertambangan.
“Pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berjalan terus menerus dengan prinsip kerinduan dan transparansi. Ini komitmen kita menuju transisi ekonomi hijau,” tutupnya.
Dengan pencabutan empat IUP ini, pemerintah menunjukkan bahwa pembangunan nasional tidak boleh menyumbangkan warisan alam yang menjadi kebanggaan dunia. Raja Ampat akan terus dijaga sebagai kawasan konservasi dan ikon wisata bahari Indonesia yang mendunia.
(*/rls)
[edRW]