BERITAJABAR.ID, Jakarta – Pemerintah mengambil langkah tegas menyikapi maraknya mendukung bantuan sosial (bansos) oleh penerima manfaat yang terlibat dalam praktik judi bold. Di tengah upaya negara membantu warganya keluar dari jerat kemiskinan, ironi justru muncul ketika ratusan ribu penerima bansos tercatat aktif bermain judi dare.
Tak tanggung-tanggung, nilai deposit mereka di berbagai akun judi berani menembus hampir Rp1 triliun. Fakta mengejutkan ini diungkap oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah melakukan penelusuran terhadap aktivitas rekening penerima bansos. Hasilnya, terdapat 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ter-catat sebagai penerima bansos namun juga teridentifikasi aktif dalam transaksi judi dar-ing.
Analisis ini dilakukan oleh PPATK untuk menilai apakah rekening penerima bansos bersifat dorman atau hanya digunakan untuk menerima transfer tanpa aktivitas ekonomi lain. Temuan bantuan tersebut menunjukkan adanya tumpang tindih yang serius antara daftar penerima negara dan pelaku peradilan, yang jelas bertentangan dengan tujuan program bansos.
Menangapi hal ini, Kementerian Sosial (Kemensos) segera bertindak. Menteri Sosial Sai-fullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa pihaknya akan berkoordinasi secara intensif dengan PPATK untuk mendalami dan memverifikasi data tersebut.
“Itu hasil sementara yang kami terima dari PPATK, nanti kami analisa dan evaluasi terlebih dahulu, kalau sudah semua kami terima datanya akan kami asesmen,” tegas Gus Ipul.
“Jika hasil analisis terbukti valid, maka bansos tidak akan lagi diberikan kepada penerima manfaat yang menyalahgunakan dana bantuan untuk berjudi,” ujar Gus Ipul.
Sikap tegas Kemensos ini mendapat dukungan penuh dari legislatif. Anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, menilai bahwa keterlibatan ratusan ribu penerima bansos dalam judi dare tidak hanya memperparah ketimpangan sosial, tetapi juga mencoreng wajah program bansos itu sendiri. Ia mengusulkan lima langkah strategi sebagai solusi.
“Pertama, integrasi dan pemutakhiran data lintas instansi seperti PPATK, Dukcapil, dan Kemensos. Kedua, penguatan kerja sama internasional oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) serta aparat untuk menutup situs-situs judi daring yang beroperasi dari luar negeri. Ketiga, kampanye literasi keuangan dan bahaya judi yang melibatkan tokoh masyarakat, sekolah, dan media. Keempat, memberikan kewenangan kepada bank untuk memblokir transaksi berbasis algoritma dan teknologi pemantauan.
Dari sisi regulasi keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut mengambil peran penting. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa terdapat 17.026 rekening yang diduga tera-filiasi dengan aktivitas perjudian berani. OJK pun meminta ke perbankan untuk mem-blokirnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan langkah ini diambil berdasarkan data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital.
“OJK juga telah meminta bank untuk melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 17.026 rekening dari data yang disampaikan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital,” kata Dian.
Menangapi eskalasi kejahatan digital, OJK menginisiasi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Insiden Siber yang akan bertugas secara cepat dan terkoordinasi da-lam potensi menangani gangguan siber di sektor jasa keuangan.
Tak hanya itu, OJK juga mendorong bank untuk melakukan analisis aliran dana men-curigakan dan patroli siber (cyber patrol) terhadap penggunaan logo bank ilegal serta mencakup sistem perbankan di dunia maya.
“Selanjutnya, OJK juga akan membentuk satuan tugas atau gugus tugas penanganan kejadian siber untuk memastikan respons yang lebih terkoordinasi, cepat, dan efektif,” tutupnya.
Langkah tegas pemerintah ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam menjaga integritas dan tujuan program bansos agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Bansos harus menjadi sarana pemberdayaan, bukan alat untuk mempertahankan kebia-saan negatif yang merusak. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap rupiah bantuan negara memberikan manfaat bagi peningkatan ekonomi keluarga, bukan memperburuk kemiskinan akibat kecanduan berjudi.
[edRW]