Pembahasan Revisi UU Polri Dipastikan Berlangsung Terbuka dan Transparan

Oleh : Dita Aida Putri )*

Nasional3 Views

BERITAJABAR.ID, Wacana pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri) masih terus bergulir, meskipun pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut belum menerima Surat Presiden (Surpres) terkait perubahan regulasi tersebut.

Ketua DPR, Puan Maharani menampik kabar yang menyebutkan DPR segera membahas revisi UU Polri setelah mengesahkan revisi UU TNI. Puan menegaskan, apabila ada Surpres yang beredar di publik, itu bukan Surpres resmi yang dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Dia juga memastikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Polri yang beredar saat ini bukan draf resmi karena pimpinan DPR belum menerima Surpres RUU tersebut.

Pembahasan RUU Polri harus mengedepankan prosedur yang transparan serta berlandaskan prinsip akuntabilitas. Ia meminta masyarakat untuk tidak berspekulasi terhadap dokumen yang belum memiliki landasan resmi. Sebagai bagian dari komitmen terhadap keterbukaan, DPR akan memastikan bahwa setiap perkembangan pembahasan regulasi ini akan diinformasikan secara resmi kepada publik.

Untuk diketahui, RUU Polri termasuk dalam rancangan undang-undang inisiatif DPR, yang pembahasannya sudah dilakukan sejak 2024. Presiden RI, Prabowo Subianto sepakat bahwa UU Polri yang ada saat ini sudah cukup mengatur kewenangan kepolisian. Kepala Negara pun menegaskan Polri membutuhkan kewenangan yang cukup tanpa menambah kewenangan di luar apa yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar Polri dapat menjalankan tugasnya, serta menjaga keamanan dan ketertiban di tanah air.

Terkait dengan pembentukan RUU Polri yang dianggap kurang transparan dan menuai banyak protes dari masyarakat, Presiden Prabowo punya jawaban. Prabowo berkomitmen akan memberi perhatian khusus untuk memastikan adanya akses terhadap draf RUU Polri. Transparansi dalam setiap proses legislasi akan diperbaiki sehingga masyarakat dapat memantau dengan bebas.

Kepala Negara akan meminta kepada anggota parlemen, khususnya yang berasal dari koalisi partai politiknya untuk lebih melibatkan masyarakat dalam pembentukan undang-undang. Dengan cara ini diharapkan masyarakat awam mampu terlibat lebih banyak dalam proses pembuatan aturan yang menyangkut kepentingan publik.

Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari pun menyebut bahwa Prabowo memahami keresahan publik terkait isu transparansi dalam menjaga keterbukaan dalam pembahasan revisi UU Polri. Noor Azhari mengatakan Presiden telah memastikan bahwa dokumen resmi RUU Polri akan disebarluaskan secara berkala agar masyarakat bisa memantau dan memberikan masukan langsung, dan hal ini patut diapresiasi. Di samping itu, ia menilai bahwa Presiden Prabowo tetap setia pada prinsip reformasi yang telah diperjuangkan sejak awal, sebagaimana disampaikannya dalam wawancara eksklusif dengan para jurnalis kawakan yang membahas berbagai isu strategis, termasuk revisi UU TNI dan revisi UU Polri. Noor Azhari menegaskan bahwa agenda reformasi yang dijalankan Presiden Prabowo akan terus dikawal oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk lembaga kajian strategis seperti MPSI.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan memastikan pembahasan RUU Polri akan dibahas setelah parlemen menerima Surpres. Politikus Partai Demokrat itu mengatakan Komisi III akan mengundang banyak ahli yang memiliki kapasitas memberi masukan tentang aturan kepolisian Indonesia. Menurutnya, keterbukaan menjadi tolok ukur komisinya untuk membahas RUU Polri. Hinca pun memastikan, jika RUU Polri dibahas di Komisi III, maka pembahasannya akan dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan saat membahas RUU KUHAP.

Anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra, menilai bahwa revisi UU Polri harus dilakukan secara cermat agar dapat menyesuaikan diri dengan revisi KUHAP yang saat ini sedang menjadi prioritas pembahasan di parlemen. Menurutnya, perubahan dalam hukum acara pidana akan berdampak langsung pada tata kelola kepolisian, sehingga diperlukan koordinasi yang baik antara kedua regulasi tersebut. Pembahasan RUU Polri baru dapat dilakukan setelah penyelesaian revisi KUHAP agar tidak terjadi tumpang-tindih dalam pengaturan kewenangan aparat penegak hukum.

DPR juga memastikan bahwa revisi UU Polri akan menjadi contoh transparansi dalam legislasi. Setiap tahapan pembahasan akan disampaikan secara jelas kepada publik dan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Dengan demikian, regulasi yang dihasilkan nantinya akan memiliki legitimasi yang kuat serta dapat diterima oleh seluruh elemen masyarakat.

Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir akan pembahasan revisi UU Polri karena akan melibatkan berbagai elemen sehingga akan diakses secara mudah oleh publik. Saat ini masyarakat dituntut untuk lebih cerdas dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi-narasi negatif mengenai wacana revisi UU Polri. Upaya politisasi terhadap wacana revisi UU Polri bukan sekadar perbedaan pandangan, melainkan bagian dari skenario yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.

Dengan adanya kesadaran masyarakat, narasi provokatif terkait wacana revisi UU Polri tidak akan menemukan ruang, sehingga bangsa Indonesia tetap kokoh menghadapi tantangan global dengan kesatuan visi dan semangat kebangsaan yang utuh.

)* Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik