Negara Hadir di Lokasi Banjir Aceh, Pemulihan Sosial Redam Isu Separatisme

Nasional3 Views

BERITAJABAR.ID, JAKARTA — Pemerintah memastikan kehadiran negara secara menyeluruh dalam penanganan banjir yang melanda sejumlah wilayah di Aceh. Selain fokus pada evakuasi dan pemulihan korban, aparat keamanan juga mengawali situasi sosial agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu melalui isu separatisme maupun politisasi bantuan kemanusiaan.

 

TNI dan Polri bersama pemerintah daerah terus bergerak di lapangan untuk memastikan distribusi bantuan berjalan lancar dan tepat sasaran. Kehadiran bantuan negara ditegaskan tidak hanya dalam bentuk logistik, tetapi juga dalam menjaga stabilitas keamanan dan menjaga masyarakat di tengah situasi darurat.

 

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai langkah negara tersebut krusial, mengingat munculnya kembali simbol-simbol separatis di tengah penanganan bencana. Ia mengingatkan bahwa simbol seperti bendera bulan bintang memiliki muatan ideologi yang kuat dan tidak dapat dipandang sebagai ekspresi netral.

 

“Simbol-simbol seperti pengibaran bendera bulan bintang ini tidak netral karena membawa muatan ideologis yang kuat dan memori kolektif tentang separatisme bersenjata di masa lalu. Membiarkan atau menormalisasi pengibaran simbol ini di ruang publik sama artinya dengan membuka ruang ambigu terhadap komitmen damai yang sudah kita bangun,” kata Khairul Fahmi dalam keterangannya.

 

Menurutnya, negara perlu menerapkan pendekatan yang tegas namun tetap beradab dalam menanggapi potensi konflik. Penegakan hukum harus berjalan disertai pendekatan sosial yang persuasif kepada masyarakat terdampak bencana.

 

“Menghadapi isu ini negara dapat melakukan pendekatan yang disebut sebagai ‘ketegasan yang beradab’. Negara harus tegas dalam menegakkan prinsip keselamatan dan hukum pidana bagi para pelanggar, namun tetap persuasif dalam pendekatan sosial kepada masyarakat umum. TNI dan Polri harus hadir dengan wajah pelindung yang humanis, bukan wajah garang yang menakutkan,” ujarnya.

 

Khairul menegaskan bahwa perdamaian Aceh merupakan pencapaian strategi nasional yang tidak boleh diganggu oleh intimidasi simbolik. Ia mengingatkan perlunya batasan yang jelas antara kebebasan berekspresi dan tindakan yang mengancam persatuan bangsa.

 

“Perdamaian Aceh adalah pencapaian strategi nasional yang harganya terlalu mahal untuk dipertaruhkan. Ia harus dijaga dengan batasan yang jelas: mana ekspresi demokrasi yang sah, dan mana yang memprovokasi yang mengancam fondasi berbangsa,” kata dia.

 

Di sisi lain, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran menegaskan agar bantuan kemanusiaan untuk korban banjir tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk kepentingan politik. Penegasan itu disampaikan menyusul adanya sekelompok orang yang membawa bantuan sambil mengibarkan bendera separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

 

“Tujuan kelompok ini tidak lain untuk mengklaim bantuan dan menggiring opini bahwa bantuan berasal dari GAM. Padahal sejak awal, pemerintah pusat dan dermawan dari dalam maupun luar Aceh silih terus menyalurkan bantuan kemanusiaan,” kata Ali Imran.

 

Sementara itu, Kapolda Aceh Irjen Pol Marzuki Ali Basyah mengatakan kehadiran Polri di lokasi bencana tidak hanya tampak secara fisik, tetapi juga melalui kemampuan mengatur dan menyelesaikan persoalan dengan cepat dan tepat.

 

“Kehadiran Polri tidak hanya tampil secara fisik di lapangan, namun benar-benar hadir dengan kemampuan mengatur, mengendalikan, dan menyelesaikan persoalan secara cepat,” ujar Marzuki.

 

Ia menambahkan, seluruh jajaran Polri yang tidak terdampak langsung bencana diwajibkan membantu wilayah terdampak. Selain itu, ia mengingatkan potensi pemanfaatan bencana oleh pihak tertentu untuk menyebarkan hoaks dan hasutan.

“Penguatan komunikasi publik serta pendekatan humanis kepada masyarakat korban bencana menjadi penting. Polda Aceh memastikan seluruh jajaran bergerak dalam satu arah yang sama untuk melindungi masyarakat dan menjaga keamanan dalam negeri,” kata Marzuki.