BERITAJABAR.ID, Jakarta – Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam merespons kebijakan kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Salah satu pendekatan kunci yang diambil adalah kebijakan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), khususnya di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kebijakan ini dinilai sebagai bentuk keseimbangan antara diplomasi perdagangan internasional dan penguatan ekonomi nasional.
Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, menyatakan bahwa langkah pemerintah ini mencerminkan kecerdasan diplomasi ekonomi yang tidak hanya reaktif, namun juga antisipatif.
“Langkah pemerintah dalam menanggapi kebijakan kenaikan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Trump merupakan pendekatan yang cerdas. Hal ini mencerminkan keseimbangan antara diplomasi perdagangan dan penguatan perekonomian dalam negeri,” ujarnya.
Marwan menambahkan, pemerintah telah menempuh berbagai upaya untuk menjaga daya saing dan keinginan ekonomi nasional. Di antaranya, dengan deregulasi aturan perdagangan untuk mempermudah ekspor dan impor, relaksasi TKDN di sektor TIK, serta menjajaki peningkatan impor dan investasi dari AS, khususnya di sektor energi seperti minyak dan gas.
“Pendekatan ini menunjukkan bahwa kita tidak hanya bertahan, tetapi juga membuka ruang untuk tumbuh di tengah tekanan global,” tegasnya.
Senada dengan hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kebijakan relaksasi TKDN merupakan bagian dari strategi diplomasi ekonomi Indonesia dalam menghadapi kebijakan bea masuk resiprokal dari AS. Ia menyebut bahwa pemerintah tengah menyiapkan materi negosiasi yang komprehensif, di mana relaksasi TKDN menjadi salah satu instrumen penting.
“Relaksasi TKDN, khususnya untuk produk teknologi informasi dan komunikasi, menjadi salah satu poin penting dalam negosiasi kita dengan AS. Kebijakan ini tidak hanya bersifat ekonomis, tapi juga diplomatis, karena melalui jalur ini kita bisa membangun hubungan dagang yang lebih setara dan saling menguntungkan,” terang Airlangga.
Menurutnya, dengan membuka ruang untuk relaksasi TKDN, Indonesia menunjukkan keinginan dalam kebijakan industrinya, tanpa mengabaikan kebutuhan untuk tetap menjaga nilai tambah di dalam negeri.
“Kami tetap berkomitmen terhadap pembangunan industri nasional, namun dengan strategi yang lebih adaptif terhadap dinamika global,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Sugiono menegaskan bahwa langkah relaksasi TKDN bukan hanya tindakan jangka pendek terhadap tekanan eksternal, melainkan bagian dari strategi besar untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional dalam berbagai skenario.
“Kebijakan ini disusun dengan penuh pertimbangan. Kami tidak hanya melihat hari ini, tapi juga lima hingga sepuluh tahun ke depan. Dunia sedang berubah, dan kita harus mampu menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri ekonomi nasional,” ungkap Sugiono.
Ia juga menekankan bahwa diplomasi ekonomi akan terus menjadi pilar penting dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan memperkuat hubungan perdagangan yang sehat dan adil, Indonesia dapat memaksimalkan potensi pasar global sekaligus memperkuat struktur ekonominya di dalam negeri.
Relaksasi TKDN sendiri diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi asing, khususnya dari AS, yang selama ini masih terhambat oleh berbagai persyaratan kandungan lokal. Dengan memberikan kelonggaran tertentu, Indonesia membuka peluang bagi transfer teknologi dan pengembangan kapasitas industri dalam negeri melalui kolaborasi yang lebih luas.
Kebijakan ini juga menjadi sinyal bahwa Indonesia siap menjadi mitra strategi yang handal dan terbuka dalam peraturan perdagangan global. Lebih dari sekadar respons terhadap kebijakan proteksionis AS, ini adalah pernyataan bahwa Indonesia siap beradaptasi dengan lincah, tanpa meninggalkan komitmen pada pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Di tengah dinamika geopolitik dan ekonomi global yang terus bergerak cepat, kebijakan relaksasi TKDN menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Sebaliknya, ini adalah wujud nyata dari kepemimpinan ekonomi yang adaptif, cerdas, dan visioner.