BERITAJABAR.ID, JAKARTA – Pemerintah terus memperkuat konsumsi domestik sebagai langkah strategis untuk mencegah pelemahan ekonomi akibat dinamika global. Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah aktif memitigasi dampak perang dagang global, terutama dengan Amerika Serikat, melalui negosiasi dan penguatan koordinasi antar kementerian.
“Pemerintah AS menahan tarif resiprokal selama 90 hari, namun tetap menerapkan tarif dasar universal 10%. Meski begitu, Indonesia tetap optimis karena permintaan domestik tetap terjaga dan ekonomi Tiongkok masih tumbuh,” ujar Sri Mulyani.
Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri menyebut sektor ritel sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi. Dalam acara AMSC Gathering 2025, Roro mengungkapkan bahwa meskipun pengunjung meningkat 10% selama Ramadhan, nilai transaksi turun 5–8% karena konsumen lebih banyak mendengarkan dan beralih ke produk terjangkau.
“Sektor ritel tetap tangguh dan adaptif. Pola konsumsi yang berubah dari bulanan ke harian dan perpaduan antara pengalaman berbelanja offline serta efisiensi belanja online menunjukkan dinamisnya perilaku konsumen Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai tantangan terbesar justru berasal dari dalam negeri. Ia menyoroti perlunya pembaruan kebijakan ekonomi yang lebih adaptif dan produktif.
“Kebijakan fiskal kita masih terlalu konvensional. Pemerintah harus fokus pada penguatan industri nasional, pengembangan teknologi, dan penguatan kelas menengah sebagai penggerak utama konsumsi domestik,” tegas Achmad.
Achmad juga menyarankan agar stimulus ekonomi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, bukan hanya belanja konsumtif jangka pendek. Ia memandang langkah Presiden Prabowo untuk mempercepat deregulasi sebagai sinyal positif yang perlu segera diimplementasikan.
Senada, Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita menyatakan pemanfaatan dana alokasi khusus (DAK) untuk mengoptimalkan fasilitas pada sentra industri kecil menengah (IKM) daerah, secara langsung mendongkrak produktivitas dan daya saing industri lokal.
“Diperlukan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah agar pembangunan sentra IKM bisa tepat sasaran dan berkelanjutan. Hal ini untuk memastikan bahwa sentra benar-benar menjawab kebutuhan pelaku IKM di lapangan,” ujarnya.
Indeks Penjualan Riil (IPR) menunjukkan tren positif yang menandakan ketahanan sektor ritel nasional. Dukungan pemerintah terhadap proyek strategis nasional dan geliat investasi properti turut menopang pertumbuhan investasi.
Pemerintah tetap yakin bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2025 dapat mencapai 5%, menjadikan konsumsi domestik sebagai jangkar utama dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
(*/rls)
[edRW]