- Traveloka Paylater, Pesan Tiket Pesawat Bisa dicicil
- Tolak Demonstrasi Anarkis Jelang Putusan Sidang Sengketa Pilpres
- Sinergitas Elemen Masyarakat Jaga Kondusivitas Pasca Pemilu
- Langgar HAM dan Lukai OAP, Tindakan OPM Identik Dengan ISIS
- Pemerintah Optimis Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2024 Semakin Pesat
- Kembangkan Kualitas Pendidikan, AMN Manado Hadirkan Fasilitas Lengkap
- Optimalisasi Penegakan Hukum Kepada OPM Mutlak Diperlukan
- Mempertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK
- Situasi Kondusif Penting Untuk Jaga Stabilitas Keamanan Pasca Pemilu
- Bukti Bagian Integral NKRI, Pemerintah Serius Tekan Kemiskinan di Papua
BERITAJABAR.ID - Pemilihan kepala daerah langsung akan diadakan akhir tahun ini. Kali ini, coblosan diawasi dengan sangat ketat karena kita masih dalam masa pandemi covid-19. Jadi diharap tidak ada kegiatan pengumpulan massa seperti kampanye di lapangan, karena bisa menyebabkan klaster corona baru. Para calon pemimpin harus taat protokol kesehatan.
Pilkada tahun ini terasa istimewa karena diadakan saat masa pandemi covid-19. Selain harus berlangsung dengan jujur, adil, langsung, bebas, dan rahasia, pelaksanaan pemilihan kepala daerah harus sesuai dengan protokol kesehatan. Karena jangan sampai jumlah pasien corona terus bertambah selesai pemilihan kepala daerah.
Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ada potensi penularan virus covid-19 saat pemilhan kepala daerah, dan ketika ada yang melanggar protokol kesehatan, bisa langsung ditindak tegas. Selain Badan Pengawas Pemilu, maka Mentri Dalam Negri Tito Karnavian harus ikut mengawasi pelaksaanaan pilkada. Agar semua aman dan bebas corona.
Selain itu, polri harus tegas dalam mengontrol kedisiplinan masa pra pilkada agar benar-benar sesuai protokol kesehatan. Jokowi menambahkan, jangan sampai ada kerumunan orang saat pilkada. Jadi kita tidak bisa melakukan kampanye atau pendaftaran calon kepala daerah dengan didampingi banyak orang, seperti dulu. Karena melanggar aturan jaga jarak.
Selain mengawasi proses kampanye dan pendaftaran, maka Banwaslu yang dibantu oleh masyarakat juga turut mengatur agar proses pencoblosan sesuai dengan protokol kesehatan. Selain menghindarkan dari hukuman, jangan lupa tujuan utamanya, yakni mencegah klaster corona. Pemilih harus pakai masker dan mencuci tangan serta wajib jaga jarak, jadi waktu pencoblosan ditambah sehari.
Walau kerumunan massa dilarang, bukan berarti calon kepala daerah tak bisa berkampanye. Sekarang jamannya online, jadi kampanye bisa dilakukan lewat media sosial. Selain aman dari potensi penularan corona, kampanye jenis ini lebih hemat biaya. Karena tak membutuhkan panggung, sound system, dan pengisi acara yang jelas butuh bayaran.
Ketika ada yang melanggar peraturan dan tetap mendaftar sebagai calon kepala daerah dengan kawalan massa, maka ia bisa langsung ditindak. Ketika tak pakai masker dan ngotot berjalan berdesakan, harus bayar 250.000 rupiah. Bisa juga diberi hukuman tambahan dengan kerja sosial untuk bersih-bersih. Walau ia calon pemimpin, harus dihukum, agar memberi efek jera.
Hukuman jenis lain juga bisa diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan saat pilkada. Misalnya dengan denda berupa 1 pot tanaman atau bunga. Jadi hukuman tak sekadar denda uang, namun bermanfaat bagi lingkungan. Setelah dihukum jangan malah menyiapkan lebih banyak pot tanaman, namun harus sadar dan menaati protokol kesehatan.
Alternatf lan adalah hukuman yang ekstrim yakni menyiapkan peti mati. Cara ini dilakukan d daerah Jakarta Timur, agar pelanggar protokol benar-benar kapok. Jadi para pelanggar saat pilkada harus masuk ke sebuah peti mati dan merenungkan kesalahannya. Setelah beberapa menit, ia baru boleh keluar lalu takut mengulangi keteledorannya. Peti lalu disemprot disinfektan.
Walau seorang calon kepala daerah bisa juga petahana, namun Banwaslu dan aparat harus bertindak tegas. Ketika ia melanggar protokol kesehatan, misalnya lalai tak pakai masker, harus tetap kena hukuman. Jadi menunjukkan bahwa ia adalah calon kepala daerah yang bertanggung jawab dan menerima resiko ketika lupa dan melanggar protokol kesehatan.
Pemilihan kepala daerah adalah fase kritis karena bisa memunculkan klaster corona baru, saat kampanye maupun pendaftaran. Banwaslu harus tegas dalam menegakkan peraturan. Walau yang salah adalah seorang tokoh terkenal di daerah itu, harus dhukum dan tidak pandang bulu. Semua ini agar masyarakat tetap disiplin menaati protokol kesehatan.
Oleh : Danila Triwahyuni )* Penullisa adalah mahasiswa Universitas Pakuan Bogor
TAGS: | nasional |
Berita Terkait
Write a Facebook Comment
Leave a Comments
#sekilas info
Trump dikecam : Pasien virus Corona agar disuntik disinfektan agar sembuh.
25 Apr 2020
#sekilas info
Nilai Pemerintah RI Lambat Cegah Corona, FKM UI: Corona Masuk Sejak Januari
19 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tgl 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 380
13 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tanggal 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 38
13 Apr 2020
#sekilas info
Naik 337. Update Covid-19 Tgl 9 April 2020, Total Kasus Positif 3.293, Meninggal 280, Sembuh 252
09 Apr 2020
- By AdminJabar
- 09:33:32 / 19 Apr 2024
Traveloka Paylater, Pesan Tiket Pesawat Bisa dicicil
BERITAJABAR.ID - Ketika tekanan pekerjaan semakin berat, dan mulai mempengaruhi kesehatan mental,...
Berita Populer
-
Petronas Temukan Cadangan Minyak di Wilayah Jawa T
Jumat, 16 Jul 2021 - Dilihat 861 Kali