- Masyarakat Bersatu Mewaspadai Provokasi Jelang Putusan Sidang MK
- Upaya Berantas Paham Radikalisme dan Terorisme, Aparat Keamanan Berhasil Tangkap 7 Teroris di Sulteng
- Mendukung Penindakan Hukum Terhadap OPM
- Angkat Citra Aceh, BIN Berdayakan Pemuda dengan Program AMANAH
- Traveloka Paylater, Pesan Tiket Pesawat Bisa dicicil
- Tolak Demonstrasi Anarkis Jelang Putusan Sidang Sengketa Pilpres
- Sinergitas Elemen Masyarakat Jaga Kondusivitas Pasca Pemilu
- Langgar HAM dan Lukai OAP, Tindakan OPM Identik Dengan ISIS
- Pemerintah Optimis Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2024 Semakin Pesat
- Kembangkan Kualitas Pendidikan, AMN Manado Hadirkan Fasilitas Lengkap
Jakarta, Beritajabar.id - Genap 100 hari kinerja KPK yang kini dikomandoi Firli Bahuri menorehkan banyak catatan. Indonesia Corrution Watch (ICW) memiliki catatan sendiri terhadap 100 hari kinerja KPK.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan menyebut ada sekitar tujuh catatan terhadap kepemimpinan KPK era Firli Cs yang disebut memanti kontroversi di masyarakat.
"Selama 100 hari menjabat sebagai Pimpinan KPK, Indonesia Corruption Watch setidaknya mencatat tujuh kontroversi publik yang timbul," kata Kurnia seperti dikutip Suara.com, Selasa (24/3/2020).
Catatan pertama ICW, yakni soal pimpinan KPK yang tak sanggup melakukan penangkapan terhadap Caleg PDI P Harun Masiku dalam kasus suap penetapan PAW anggota DPR yang juga menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Kemudian, eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dalam kasus suap dan gratifikasi perkara di MA tahun 2011-2016. Dalam kasus berbeda itu, keduanya juga telah ditetapkan sebagai buronan KPK lantaran urung tertangkap. "Gagal menangkap buronan. Sebagaimana diketahui bahwa dua buronan KPK saat ini tak kunjung bisa ditangkap, yakni Harun Masiku dan Nurhadi," ujar Kurnia.
Kurnia mengaku heran KPK belum juga menemukan Harun dan Nurhadi. Sebab, menurutnya, KPK memiliki rekam jejak sebagai lembaga yang cepat menemukan pelaku korupsi yang melarikan diri. Sebagai contoh, mantan bendahara Partai Demokrat M Nazarudin dalam waktu 77 hari dapat ditangkap KPK di Kolombia.
Kedua, kata Kurnia, KPK tidak memberikan informasi yang transparan dalam penanganan perkara kepada publik. Seperti kasus, penyekapan terhadap penyidik KPK di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat mengejar Harun Masiku sebelum menjadi buron.
"Sampai saat ini tidak ada satupun Komisioner KPK yang memberikan informasi yang utuh dan jujur tentang kejadian tersebut. Bahkan saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, Ketua KPK menolak memberikan jawaban ketika ditanya tentang kejadian di PTIK," kata dia.
Ketiga, Pimpinan dianggap sewenang-wenang memulangkan penyidik KPK yakni Kompol Rossa ke Institusi Polri yang dianggap tanpa alasan yang jelas. Apalagi, Kompol Rossa merupakan penyidik yang menangani kasus suap PAW menjerat Harun Masiku.
"Masa tugas Kompol Rossa pun baru berakhir pada September mendatang dan dia juga tidak pernah dijatuhi sanksi apapun di KPK," kata Kurnia.
Selanjutnya, masalah pimpinan KPK juga dianggap tidak serius mengejar buronan Harun Masiku. Yakni, soal rencana KPK yang mau menggunakan metode in absentia alias tanpa menghadirkan terdakwa dalam kasus suap Harun.
"Akan tetapi jika dilihat lebih detail pada bagian penjelasan maka niat dari Komisioner KPK itu keliru. Sebab, metode menyidangkan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa hanya dimungkinkan ketika terkait langsung dengan kerugian negara. Sedangkan perkara yang menjerat Harun Masiku merupakan tindak pidana suap," kata dia.
Berdasarkan catatan yang turut menjadi sorotan ICW, yakni jumlah penindakan yang dilakukan oleh KPK menurun drastis. Data itu menyebutkan sejak tahun 2016-2019 lembaga antirasuah itu telah melakukan tangkap tangan sebanyak 87 kali dengan total tersangka 327 orang.
"Kepemimpinan Firli Bahuri, KPK baru melakukan dua kali tangkap tangan yakni melibatkan Komisioner KPU RI dan Bupati Sidoarjo. Bukan murni dimulai oleh lima Komisioner KPK baru, namun sprindiknya sudah ada sejak era Agus Rahardjo cs," kata dia.
Kurnia juga menganggap kepemimpinan Firli Bahuri Cs, terlalu banyak melakukan pertemuan yang berpotensi mengikis nilai-nilai independesi dan etika pejabat KPK. Semenjak bulan Januari hingga Februari 2020, pimpinan KPK telah mendatangi 17 instansi negara.
Selain itu, KPK juga menerima kunjungan terhadap pimpinan MPR RI yang dianggap miliki perkara di KPK seperti Zulkifli Hasan dan Jazilul Fawaid.
"Ini jelas menggambarkan bahwa para Komisioner KPK tidak memahami pentingnya menjaga independensi kelembagaan. Dalih sosialisasi pencegahan tidak dapat diterima dengan akal sehat karena strategi pencegahan sudah jelas alur, pendekatan dan kebijakan-kebijakan teknisnya," kata Kurnia.
Catatan terakhir ICW, yakni soal penghentian 37 kasus yang masih tahap penyelidikan yang diumumkan KPK kepada publik. Menurutnya, seluruh perkara tersebut masih dimungkinkan dilanjutkan ke tingkat penyidikan jika nanti ditemukan bukti tambahan.
"Tentu publikasi semacam tidak lazim. Dalam UU KPK, UU Tipikor, bahkan KUHAP sekali pun memang tidak pernah mengenal istilah publikasi penghentian di tingkat penyelidikan," tandasnya.
photo : google image
TAGS: | hukum |
Berita Terkait
Write a Facebook Comment
Leave a Comments
#sekilas info
Trump dikecam : Pasien virus Corona agar disuntik disinfektan agar sembuh.
25 Apr 2020
#sekilas info
Nilai Pemerintah RI Lambat Cegah Corona, FKM UI: Corona Masuk Sejak Januari
19 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tgl 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 380
13 Apr 2020
#sekilas info
Update Covid-19 Per Tanggal 13 April 2020, Total Kasus Positif 4,557, Meninggal Dunia 399, Sembuh 38
13 Apr 2020
#sekilas info
Naik 337. Update Covid-19 Tgl 9 April 2020, Total Kasus Positif 3.293, Meninggal 280, Sembuh 252
09 Apr 2020
- By AdminJabar
- 09:33:32 / 19 Apr 2024
Traveloka Paylater, Pesan Tiket Pesawat Bisa dicicil
BERITAJABAR.ID - Ketika tekanan pekerjaan semakin berat, dan mulai mempengaruhi kesehatan mental,...
Berita Populer
-
Petronas Temukan Cadangan Minyak di Wilayah Jawa T
Jumat, 16 Jul 2021 - Dilihat 861 Kali